Konsep Sehat
Konsep sehat terdiri dari 5 dimensi,
yaitu berdasarkan :
Dimensi Emosi : menjelaskan
bahwa manusia dalam keadaan sehat yakni dalam keadaan mampu mengatur emosi nya
sendiri. Seperti emosi senang, gembira, bahagia, marah, sedih, dll.
Tetapi biasanya kita menganggap emosi itu tindakan negatif seperti marah
padahal tidak seperti itu. Co : ketika kita di beri hadiah berarti kita
termasuk emosi senang
Dimensi Intelektual : dimensi ini
mencoba menjelaskan bahwa seseorang dalam keadaan sehat yakni dalam keadaan
mampu menerima, menyerap segala macam pembelajaran, pendidikan yang di berikan
baik secara langsung maupun tidak langsung, tanpa mengalami hambatan ataupun
masalah yang mengganggu pikirannya dan memiliki kecerdasan
dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki nalar yang baik dalam
memecahkan masalah atau mengambil keputusan. Seperti ketika sedang belajar atau
menuntut ilmu di kampus.
Dimensi Sosial : sehat di mana individu atau kita memiliki jiwa
sosial yang baik dalam beradaptasi, dengan sesama manusia dengan baik.
Dimensi Fisik dan Mental : dimensi ini
menerangkan bahwa keadaan fisik dan mental seseorang menjadi salah satu syarat
apakah seseorang dikatakan sehat atau tidak. Seperti seseorang tersebut tidak
mengeluh sakit alias sehat walafiat. Sehat secara
fisik yaitu sehat yang orang tersebut tidak mengalami cacat atau sebagainya. Terwujud
apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan
memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal
atau tidak mengalami gangguan.
Dimensi
Spiritual : sehat
yang menjelaskan
bahwa seseorang mampu menjalankan ajaran agama yang telah di percaya atau
diyakini seseorang untuk menuntun hidupnya. Dengan mampu menjalankan spiritual
ini diharapkan seseorang dapat menjalankan segala kehidupannya dengan baik dan
benar.
Teori Perkembangan Kepribadian
Teori
Perkembangan Kepribadian menurut Erikson
Delapan tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson
adalah sebagai berikut :
- Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Masa bayi (infancy, 0-1 thn) ditandai
adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan
mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya
mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan
mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh
orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang
yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan
asing dan sebagainya. Kalau
menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis. Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau
1 ½ tahun.
2.
Otonomi vs
Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Masa kanak-kanak awal (early childhood, 1-3 thn) ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini
sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk,
berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang
tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan
dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari
orang tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini
biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3
atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian
(otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Pada usia
ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga
melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap
pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang
dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk
menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan,
memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.
Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan
ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi
lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap
dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian.
- Inisiatif vs Kesalahan
Masa pra sekolah (Preschool Age, 4-5 thn) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak
telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia
terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut
masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut
menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak
mau berinisatif atau berbuat. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5
atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah
untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan
kesalahan.
4.
Kerajinan vs
Inferioritas
Masa Sekolah (School Age, 6-11 thn) ditandai
adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan
tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada
di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya
sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan
dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan
kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat
menyebabkan anak merasa rendah diri.
Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia
sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya
berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan
tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak
dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas), sehingga
anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri.
5.
Identitas vs
Kekacauan Identitas
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja),
yang dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa
Remaja (adolescence, 12-20 thn) ditandai
adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah
kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang
dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri,
ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan
identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan
berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai
penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di
satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar
terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan
pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang
diberikan kepada masing-masing anggota. Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting,
karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam
pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana
cara seseorang terjun ke tengah masyarakat.
6.
Keintiman vs
Isolasi
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui,
maka setiap individu akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa
awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood, 21-40 thn) ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada masa
sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun
pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif,
dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham.
Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan
orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
- Generativitas vs Stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi
ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60
tahun. Masa Dewasa (Adulthood, 41-65 thn) ditandai
adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa
dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala
kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga
perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu
sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan
kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap
ke enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah
satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara
sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa
(stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini
adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas
akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat
jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan
sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap
siapapun.
- Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut
tahap usia senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65
ke atas. Masa hari tua (Senescence, +65 thn) ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini
individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah
dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan
di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih
memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena
faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam
situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih
ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan
tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya. Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup
berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja
ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan.
Teori
Perkembangan Kepribadian menurut Sigmund Freud
1. Id
Id adalah
satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek kepribadian
sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut
Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama
kepribadian. Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan
segera dari semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan.
2. Ego
Menurut Freud, ego berkembang
dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang
dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan
tidak sadar. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk
memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai.
3. Superego
Superego
adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan
cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat yang di rasa
benar atau salah. Superego mengikuti prinsip moral dan idealistis yang mulai
terbentuk setelah masalah Oedipus Complex
terselesaikan. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian.
Psikoseksual
Menurut Freud,
kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun, meliputi beberapa
tahap/ fase yaitu tahap oral, tahap anal, tahap phalik, tahap laten, dan tahap
genital.
1. Fase Oral
Dimana pada fase ini dimulai dari saat dilahirkan sampai dengan 1-2 tahun. Pada fase ini bayi merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan terjadi kelekatan dan hubungan yang emosional antara anak dan ibu. Pada fase ini balita merasa puas bisa makan dan menyusui, sehingga kegagalan pada fase ini beberapa mengatakan bahwa pada saat anak yang mengalami gangguan pada fase ini akan sering mengalami stres dengan gejala gangguan pada lambung seperti maag atau gastritis.
2. Fase Anal
Fase ini berkembang pada saat balita menginjak umur 15 bulan sampai dengan umur 3 tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan aktivitas buang air besar dan buang air kecil. Fase ini dikenal pula sebagai periode \"toilet training\". Pada fase ini seringkali orang tua merasa direpotkan dengan perilaku balita yang suka buang air sembarangan tanpa memperhatikan waktu dan tempat, sehingga seringkali orang tua menjadi keras ke anaknya dan membuat anak tersebut menjadi gagal melewati fase ini. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan orang dengan kepribadian agresif dan kompulsif, beberapa mengatakan kelainan sado-masokis disebabkan oleh kegagalan pada fase ini.
1. Fase Oral
Dimana pada fase ini dimulai dari saat dilahirkan sampai dengan 1-2 tahun. Pada fase ini bayi merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan terjadi kelekatan dan hubungan yang emosional antara anak dan ibu. Pada fase ini balita merasa puas bisa makan dan menyusui, sehingga kegagalan pada fase ini beberapa mengatakan bahwa pada saat anak yang mengalami gangguan pada fase ini akan sering mengalami stres dengan gejala gangguan pada lambung seperti maag atau gastritis.
2. Fase Anal
Fase ini berkembang pada saat balita menginjak umur 15 bulan sampai dengan umur 3 tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan aktivitas buang air besar dan buang air kecil. Fase ini dikenal pula sebagai periode \"toilet training\". Pada fase ini seringkali orang tua merasa direpotkan dengan perilaku balita yang suka buang air sembarangan tanpa memperhatikan waktu dan tempat, sehingga seringkali orang tua menjadi keras ke anaknya dan membuat anak tersebut menjadi gagal melewati fase ini. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan orang dengan kepribadian agresif dan kompulsif, beberapa mengatakan kelainan sado-masokis disebabkan oleh kegagalan pada fase ini.
3. Fase Phallic
Disebut juga sebagai fase erotik, fase ini berkembang pada anak umur 3 sampai 6 tahun. Yang paling menonjol adalah pada anak laki-laki dimana anak ini suka memegangi penisnya, dan ini seringkali membuat marah orangtuanya. Freud juga mengemukakan pada fase ini tentang masalah Oediphus dan Electra complex tentang kelekatan anak laki-laki kepada ibunya dan juga ada teori tentang \"penis envy\" dan ini terjadi pada anak perempuan dimana anak perempuan ini akan dekat kepada bapaknya. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan kepribadian yang imoral dan tidak tahu aturan.
4. Fase Laten
Fase ini adalah fase yang terpanjang, berlangsung pada saat umur 6 tahun sampai usia 12 tahun atau usia pubertas. Pada saat ini seorang anak dipengaruhi oleh aktivitas sekolah, teman-teman dan hobinya. Kegagalan pada fase ini akan menyebabkan kepribadian yang kurang bersosialisasi dengan lingkungannya.
5. Fase Genital
Fase ini berlangsung pada usia 12 tahun atau usia dimulainya pubertas sampai dengan umur 18 tahun, dimana anak mulai menyukai lawan jenis dan melakukan hubungan percintaan lewat berpacaran. Dan pada masa ini pula seorang anak akan mulai melepas diri dari orangtuanya dan belajar bertanggung jawab akan dirinya.
Teori
Perkembangan Kepribadian menurut Allport
Menurut Gordon W. Allport, struktur
kepribadian adalah yang dapat mendeskripsikan orang tersebut dalam
konteks karekteristik individual, yang disebutnya sebagai disposisi personal.
Beberapa orang mempunyai karakteristik yang sangat
kuat atau emosi kuat yang bersifat mengatur dan sangat menonjol, sehingga hal
tersebut mendominasi hidup orang-orang tersebut. Allport menyebut disposisi
personal ini sebagai disposisi pokok.
Disposisi pokok ini merupakan sesuatu yang begitu umum
sehingga dapat ditemukan pada setiap individu.
Hanya sedikit orang yang
mempunyai disposisi pokok, namun semua orang mempunya beberapa disposisi sentral, yang mencakup 5-10
karakteristik paling menonjol dimana hidup seseorang terfokus disekitarnya.
Allport mendeskripsikannya sebagai hal-hal yang akan dicantumkan dalam sebuah
surat rekomendasi yang ditulis oleh seseorang yang sangat mengenal individu
yang dikirimi surat tersebut.
Disposisi sekunder tidak sejelas disposisi sentral, namun lebih
banyak dalam kuantitas. Semua orang mempunyai disposisi sekunder yang tidak
krusial bagi kepribadian, namun sering muncul dan bertanggung jawab atas
perilaku spesifik seseorang.
Ketiga tingkatan disposisi
personal ini, tentu saja merupakan batasan-batasan subjektif dalam skala
berkelanjutan dari yang paling pantas hingga yang paling tidak pantas.
Disposisi
yang berada di pusat kepribadian dialami oleh manusia sebagai bagian yang
penting bagi dirinya. Allport menggunakan istilah proprium untuk merujuk perilaku dan karakteristik yang dianggap
manusia sebagai sesuatu yang penting, sentral, dan hangat dalam kehidupan
mereka.
Dalam
Perkembangan Proprium Allport membagi dalam beberapa tahap sebagai berikut:
1) 0-3 tahun
:
Pembanguanan
keadaran diri : sense of bodily self (enak tidak enak), perasaan
identitas diri berkelanjutan kesadaran sebagai subjek yang berkembang. Dalam
hal ini bahasa menjadi faktor yang penting. Harga diri atau kebanggaan sebagai
periode terakhir dimana anak ingin melakukan sesuatu, membuatnya terwujud, dan
mengontrol dunianya.
2) 4-6
tahun:
Perluasan
diri dan gambaran diri. Dalam perluasan diri, perasaan keterhubungan dengan
orang-orang dan hal-hal yang penting dalam lingkungannya. Relasi anak dan
lingkungan tempat dia tumbuh terhubung sangat penting. Muncul perasaan
lingkuangan tersebut adalah bagian dirinya. Gambaran diri; terkait dengan
penanaman-penanaman nilai, tangung jawab moral, intensi, tujuan dan pengetahuan
diri yang akan berperan mencolok dalam kepribbadiannya kelak.
3) 6-12
tahun:
Kesadaran
diri. Pengenalan kemampunan diri mengatasi persoalan-persoalan dengan alasan
dan gagasan karena anak bergerak dari lingkungan keluarga ke masyarakat.
4) Remaja
Propriate
striving, pembanguanan tujuan dan rencana ke depan: intensi-intensi, long-range purposes,distant
goals.Persoalan utama berkaitan dengan identitas, ”apakah saya seorang anak
atau dewasa?”
5)
Kedewasaan
Menurut
Allport, faktor utama tingkah lalu orang dewasa yang matang adalah sifat-sifat
yang terorganisir dan selaras yang mendorong dan membimbing tingkahlaku menurut
prinsip otonomi fungsional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar