Selasa, 30 April 2013

Kesehatan Mental 2


Teori Psikologi Humanistik Menurut Abraham Maslow
Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Orang-orang termotivasi oleh empat dimensi kebutuhan: konatif (usaha yang diniati), estetika (kebutuhan akan keteraturan dan keindahan), kognitif (kebutuhan akan rasa penasaran dan pengetahuan), neurotik (sebuah pola hubungan dengan orang lain yang tidak produktif). Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisiologis/ dasar
2. Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4. Kebutuhan untuk dihargai
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kritik terhadap teori piramida kebutuhan
Tapi ada sebuah loncatan pada piramida kebutuhan Maslow yang paling tinggi, yaitu kebutuhan mencapai aktualisasi diri. Kebutuhan itu sama sekali berbeda dengan keempat kebutuhan lainnya, yang secara logika mudah dimengerti. Seakan-akan ada missing link antara piramida ke-4 dengan puncak piramida. Seolah-olah terjadi lompatan logika.

Teori Psikologi Behaviorisme Menurut Skinner
Teori Kondisioning Operan Menurut Skinner.
Kondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan). Ada 6 asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
a)      Belajar itu adalah tingkah laku.
b)      Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
c)      Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama.
d)     Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment). Penguatan dan hukumanPenguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Menurut Skinner penguatan berarti memperkuat, penguatan dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a)      Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
b)      Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Satu  cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku.
Contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman (J.W Santrock, 274).
A.Penguatan positif
Perilaku
Konsekuensi
Prilaku kedepan
Murid mengajukan pertanyaan yang bagus
Guru menguji murid
Murid mengajukan lebih banyak pertanyaan
B.Penguatan negatif
Perilaku
Konsekuensi
Prilaku kedepan
Murid menyerahkan PR tepat waktu
Guru berhenti menegur murid
Murid makin sering menyerahkan PR tepat waktu
C.Hukuman
Perilaku
Konsekuensi
Prilaku kedepan
Murid menyela guru
Guru mengajar murid langsung
Murid berhenti menyela guru
Ingat bahwa penguatan bisa berbentuk postif dan negatif. Dalam kedua bentuk itu, konsekuensi meningkatkan prilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang.
Skinner menghasilkan suatu sistem ringkas yang dapat diterapkan pada dinamika perubahan tingkah laku baik di laboratorium maupun di dalam kelas. Belajar, yang digambarkan oleh makin tingginya angka keseringan respons, diberikan sebagai fungsi urutan ketiga unsure (SD)-(R)-(R Reinsf). Skinner menyebutkan praktek khas menempatkan binatang percobaan dalam “kontigensi terminal”. Maksudnya, binatang itu harus berusaha penuh resiko, berhasil atau gagal, dalam mencari jalan lepas dari kurungan atau makanan. Bukannya demikian itu prosedur yang mengena ialah membentuk tingkah-laku binatang itu melalui urutan Sitimulus-respon-penguatan yang diatur secara seksama.
Skinner menggambarkan praktek “tugas dan ujian” sebagai suatu contoh menempatkan pelajar yang manusia itu dalam kontigensi terminal juga. Skinner menyarankan penerapan cara pemberian penguatan komponen tingkah laku seperti menunjukkan perhatian pada stimulus dan melakukan studi yang cocok terhadap tingkah laku. Hukuman harus dihindari karena adanya hasil sampingan yang bersifat emosional dan tidak menjamin timbulnya tingkah laku positif yang diinginkan. Analisa yang dilakukan Skinner tersebut diatas meliputi peran penguat berkondisi dan alami, penguat positif dan negative, dan penguat umum.
Disamping itu pula dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
  1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
  2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning  itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
3. Aplikasi Skinner terhadap pembelajaran.
Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.       Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
b.      Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
c.       Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sistem modul.
d.      Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
e.       Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
f.       Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
g.      Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
h.      Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
i.        Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
j.        Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan.
k.      Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan pembentukan (shaping).
l.        Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
m.    Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
n.      Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.

4. Analisa Perilaku terapan dalam pendidikan
Analisis Perilaku terapan adalah penerapan prinsip pengkondisian operan untuk mengubah perilaku manusia. Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang penting dalam bidang pendidikan yaitu
1. Meningkatkan perilaku yang diharapkan
Ada lima strategi pengkondisian operan dapat dipakai untuk meningkatkan perilaku anak yang diharapkan yaitu:
a. Memilih Penguatan yang efektif
Tidak semua penguatan akan sama efeknya bagi anak. Analisis perilaku terapan menganjurkan agar guru mencari tahu penguat apa yang paling baik untuk anak, yakni mengindividualisasikan penggunaan penguat tertentu. Untuk mencari penguatan yang efektif bagi seorang anak, disarankan untuk meneliti apa yang memotivasi anak dimasa lalu, apa yang dilakukan murid tapi tidak mudah diperolehnya, dan persepsi anak terhadap manfaat dan nilai penguatan. Penguatan alamiah seperti pujian lebih dianjurkan ketimbang penguat imbalan materi, seperti permen, mainan dan uang.
b. Menjadikan penguat kontingen dan tepat waktu
Agar penguatan dapat efektif, guru harus memberikan hanya setelah murid melakukan perilaku tertentu. Analisis perilaku terapan seringkali menganjurkan agar guru membuat pernyataan “jika…maka”. penguatan akan lebih efektif jika diberikan tepat pada waktunya, sesegera mungkin setelah murid menjalankan tindakan yang diharapkan. Ini akan membantu anak melihat hubungan kontingensi antar-imbalan dan perilaku mereka. Jika anak menyelesaikan perilaku sasaran (seperti mengerjakan sepuluh soal matematika) tapi guru tidak memberikan waktu bermain pada anak, maka anak itu mungkin akan kesulitan membuat hubungan kontingensi.
c. Memilih jadwal penguatan terbaik
Menyusun jadwal penguatan menentukan kapan suatu respons akan diperkuat. Empat jadwal penguatan utama adalah
1)      Jadwal rasio tetap: suatu perilaku diperkuat setelah sejumlah respon.
2)     Jadwal rasio variabel : suatu perilaku diperkuat setelah terjadi sejumlah respon, akan tetapi tidak berdasarkan basis yang dapat diperidiksi.
3)      Jadwal interval - tetap : respons tepat pertama setelah beberapa waktu akan diperkuat.
4)      Jadwal interval - variabel : suatu respons diperkuat setelah sejumlah variabel waktu berlalu.
d. Menggunakan Perjanjian. Perjanjian (contracting)
adalah menempatkan kontigensi penguatan dalam tulisan. Jika muncul problem dan anak tidak bertindak sesuai harapan, guru dapat merujuk anak pada perjanjian yang mereka sepakati. Analisis perilaku terapan menyatakan bahwa perjanjian kelas harus berisi masukan dari guru dan murid. Kontrak kelas mengandung pernyataan “jika… maka” dan di tandatangani oleh guru dan murid, dan kemudian diberi tanggal.
e. Menggunakan penguatan negatif secara efektif
Dalam penguatan negatif, frekuensi respons meningkat karena respon tersebut menghilangkan stimulus yang dihindari.seorang guru mengatakan”Pepeng, kamu harus menyelesaikan PR mu dulu diluar kelas sebelum kamu boleh masuk kelas ikut pembelajaran” ini berarti seorang guru menggunakan penguatan negatif.
2. Menggunakan dorongan (prompt) dan pembentukkan (shaping).
Prompt (dorongan) adalah stimulus tambahan atau isyarat tambahan yang diberikan sebelum respons dan meningkatkan kemungkinan respon tersebut akan terjadi.Shapping (pembentukan) adalah mengajari perilaku baru dengan memperkuat perilaku sasaran.
3. Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan.
Ketika guru ingin mengurangi perilaku yang tidak diharapkan (seperti mengejek, mengganggu diskusi kelas, atau sok pintar) yang harus dilakukan berdasarkan analisis perilaku terapan adalah
a. Menggunakan Penguatan Diferensial.
b. Menghentikan penguatan (pelenyapan)
c. Menghilangkan stimuli yang diinginkan.
d. Memberikan stimuli yang tidak disukai (hukuman)
5. Kelebihan dan Kekurangan Teori Skinner
a. Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.

b. Kekurangan
Beberapa kelemahan  dari teori ini berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G. 1994) adalah bahwa: (i) teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap; analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan teknologis, (ii) keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang kejadian. Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.

Teori Psikologi Behaviorisme Menurut Carl Gustav Jung
Pandangan Jung tentang kepribadian adalah prospektif dan retrospektif. Prospektif dalam arti bahwa ia melihat kepribadian itu kedepan kearah garis perkembangan sang pribadi di masa depan dan retrospektif dalam arti ia memperhatikan masa lampau sang pribadi. Orang hidup dibimbing oleh tujuan maupun sebab. Jung menekankan pada peranan tujuan dalam perkembangan manusia. Pandangan inilah yang membedakan Jung dengan Freud. Bagi Freud dalam hidup ini hanya ada pengulangan yang tak ada habis-habisnya atas tema-tema instink sampai ajal menjelang. Bagi Jung dalam hidup ini ada perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif, pencarian kearah yang lebih sempurna serta kerinduan untuk lahir kembali. 
Teori Jung juga berbeda dari semua pendekatan lain tentang kepribadian karena penekanannya yang kuat pada dasar ras dan filogenetik kepribadian. Jung melihat kepribadian individu sebagai produk dan wajah sejarah leluhur. Jung menyelidiki sejarah manusia untuk mengungkap tentang asal ras dan evolusi kepribadian. Ia meneliti mitologi, agama, lambang, upacara kuno, adat istiadat, kepercayaan manusia primitif, mimpi, penglihatan, simtom orang neurotik, halusinasi dan delusi para penderita psikosis dalam mencari akar dan perkembangan kepribadian manusia. 
Jung mendefinisikan kembali istilah-istilah psikologi yang dipakai pada saat itu, khususnya yang dipakai oleh Freud. Ego, menurut Jung, merupakan suatu kompleks yang terletak di tengah-tengah kesadaran, yakni keakuan. Istilah Freud lainnya yang didefinisikannya kembali adalah libido. Bagi Jung, libido bukan hanya menandakan energi seksual, tetapi semua proses kehidupan yang penuh energi: dari aktivitas seksual sampai penyembuhan (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 92).
Dapat disimpulkan bahwa teori psikoanalisa kontemporer menekankan pada kemampuan ego untuk memanage kemampuan manusia dalam belajar terhadap lingkungan. Teori ini menjelaskan bahwa kekuatan ego tidak hanya berasal dari inner ego. Tetapi juga ditentukan oleh situasi sosioklutural yang berada disekitar manusia. Kemampuan ego ini yang sering kita sebut sebagai ego kreativ dalam belajar. Dari tinjauan seperti ini kemudian bisa diambil sebuah benang merah jika kemampuan ego kreativ tidak hanya berdasarkan oleh naluri instingtif dari dalam diri manusia. Namun ego ini diperoleh dari hasil belajar dari situasi sosiokultural dari lingkungan.
Conciousness dan personal unconciousness sebagian dapat diperbandingkan dengan id dan ego, tetapi terdapat perbedaan yang sangat berarti antara superego-nya Freud dengan collective unconciousness, karena Jung percaya bahwa yang terakhir ini adalah wilayah kekuatan jiwa (psyche) yang paling luas dan dalam, yang mengatur akar dari empat fungsi psikologis, yaitu sensasi, intuisi, pikiran, dan perasaan. Selain itu, juga mengandung warisan memori-memori rasial, leluhur dan historis.
Archetype dan Autonomous Complex, Dalam psikologi Jung, ketidaksadaran kolektif dapat terdiri atas komponen komponen dasar kekuatan jiwa yang oleh Jung disebut sebagai archetype. Archetype merupakan konsep universal yang mengandung elemen mitos yang luas. Konsep archetype ini sangat penting dalam memahami simbol mimpi karena ia menjelaskan kenapa ada mimpi yang memiliki makna universal, sehingga bisa berlaku bagi semua orang. Dan ada pula mimpi yang sifatnya pribadi dan hanya berlaku untuk orang yang bermimpi saja. Jung memandang archetype ini sebagai suatu autonomous complex, yaitu suatu bagian dari kekuatan jiwa yang melepaskan diri dan bebas dari kepribadian. (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 92)
Persona adalah wajah yang ditampilkan oleh individu. Persona merupakan kepribadian yang sadar, yang dapat diidentikkan dengan ego-nya Freud. Dalam mimpi, ia muncul dalam bentuk sesosok figur yang melambangkan aku dalam suasana tertentu. Kadang-kadang, dapat berupa seorang tua yang keras, wanita bijak, orang gagah, badut, atau anak kecil. Inilah perilaku dari dari pikiran penghasil mimpi kita. Kadang kala, dalam mimpi, hal ini akan diimbangi dengan sebuah karakter yang memainkan peran yang berlawanan. Contohnya, seseorang yang dalam keadaan sadar sebagai sosok yang bermoral, ketika di dalam mimpi bisa jadi berupa seorang bajingan atau sebaliknya.
Bayang-bayang, Sisi kuat dari kepribadian seorang individu biasanya mendominasi seluruh persona. Aspek-aspek yang lebih lemah dominasinya hanya menjadi bayangbayang diri. Jung mengistilahkannya dengan autonomous complex atau archetype yang lain, yang muncul ke permukaan di dalam mimpi. Kadang-kadang, naluri dan desakan diwujudkan dalam bentuk bayang-bayang, bersama perasaan perasaan negatif dan destruktif. Ia dapat berupa satu sosok yang mengancam, yang menyamar sebagai seseorang yang tidak disukai oleh orang-orang yang bermimpi.
Anima dan Animus, Anima dan animus adalah istilah yang dibuat oleh Jung untuk menggambarkan karakteristik dari seks yang berlawanan, yang ada dalam setiap diri laki-laki dan perempuan. Anima adalah sifat kewanitaan yang tersembunyi di dalam diri laki-laki, sedangkan animus adalah sifat kelaki-lakian yang tersembunyi dalam diri perempuan (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 94-96). Anima adalah pusat kasih sayang, emosi, naluri, dan intuisi dari sisi kepribadian laki-laki. Sedangkan Animus adalah sisi praktis, independen, percaya diri, dan keberanian mengambil resiko dari kepribadian wanita.

Adapun struktur kepribadian manusia menurut Jung terdiri dari dua dimensi:
  • Dimensi kesadaran kepribadian
Dimensi kesadaran dari kepribadian ini adalah ego. Ego adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi, ingatan, pikiran, perasaan sadar manusia. Ego melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas seseorang.
Dimensi kesadaran manusia mempunyai dua komponen pokok, yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing mempunyai peranan penting dalam orientasi manusia dalam dunianya. Fungsi jiwa ialah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori tidak berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat fungsi jiwa yang pokok yaitu pikiran, perasaan, pendriaan dan intusi.
Komponen kedua dari dimensi kesadaran manusia adalah sikap jiwa. Sikap jiwa ialah arah dari energi psikis atau libido yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Arah aktivitas energi psikis itu dapat ke luar atau pun ke dalam diri individu. Begitu juga arah orientasi manusia terhadap dunianya, dapat ke luar atau pun ke dalam dirinya.
  • Dimensi ketidaksadaran kepribadian
Dimensi ketidaksadaran kepribadian seseorang mempunyai dua lingkaran yaitu ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. Ketidaksadaran pribadi terdiri dari pengalaman yang disadari tetap kemudian ditekan, dilupakan, diabaikan serta pengalaman yang terlalu lemah untuk menciptakan kesan sadar pada pribadi seseorang. Ketidaksadaran kolektif berisi hal yang diperoleh seluruh jenis manusia selama pertumbuhan jiwanya melalui generasi yang terdahulu.

Rabu, 03 April 2013

Konsep Sehat & Teori Perkembangan Kepribadian



Konsep Sehat
Konsep sehat terdiri dari 5 dimensi, yaitu berdasarkan :
Dimensi Emosi : menjelaskan bahwa manusia dalam keadaan sehat yakni dalam keadaan mampu mengatur emosi nya sendiri.  Seperti emosi senang, gembira, bahagia, marah, sedih, dll. Tetapi  biasanya kita menganggap emosi itu tindakan negatif seperti marah padahal tidak seperti itu.  Co : ketika kita di beri hadiah berarti kita termasuk emosi senang
Dimensi Intelektual : dimensi ini mencoba menjelaskan bahwa seseorang dalam keadaan sehat yakni dalam keadaan mampu menerima, menyerap segala macam pembelajaran, pendidikan yang di berikan baik secara langsung maupun tidak langsung, tanpa mengalami hambatan ataupun masalah yang mengganggu pikirannya dan memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan. Seperti ketika sedang belajar atau menuntut ilmu di kampus.
Dimensi Sosial : sehat di mana individu atau kita memiliki jiwa sosial yang baik dalam beradaptasi,  dengan sesama manusia dengan baik.
Dimensi Fisik dan Mental : dimensi ini menerangkan bahwa keadaan fisik dan mental seseorang menjadi salah satu syarat apakah seseorang dikatakan sehat atau tidak. Seperti seseorang tersebut tidak mengeluh sakit alias sehat walafiat. Sehat secara fisik yaitu sehat yang orang tersebut tidak mengalami cacat atau sebagainya. Terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
Dimensi Spiritual : sehat yang menjelaskan bahwa seseorang mampu menjalankan ajaran agama yang telah di percaya atau diyakini seseorang untuk menuntun hidupnya. Dengan mampu menjalankan spiritual ini diharapkan seseorang dapat menjalankan segala kehidupannya dengan baik dan benar.

 Teori Perkembangan Kepribadian
Teori Perkembangan Kepribadian menurut Erikson
Delapan tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai berikut :
  1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Masa bayi (infancy, 0-1 thn) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis. Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun.
2.      Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Masa kanak-kanak awal (early childhood, 1-3 thn) ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.
Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian.
  1. Inisiatif vs Kesalahan
Masa pra sekolah (Preschool Age, 4-5 thn) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan.
4.      Kerajinan vs Inferioritas
Masa Sekolah (School Age, 6-11 thn) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas), sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri.
5.      Identitas vs Kekacauan Identitas
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence, 12-20 thn) ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota. Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat.
6.      Keintiman vs Isolasi
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood, 21-40 thn) ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
  1. Generativitas vs Stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood, 41-65 thn) ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.
  1. Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua (Senescence, +65 thn) ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya. Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan.
Teori Perkembangan Kepribadian menurut Sigmund Freud
1.      Id
Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian. Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan.
2.      Ego
Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai.
3.      Superego
Superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat yang di rasa benar atau salah. Superego mengikuti prinsip moral dan idealistis yang mulai terbentuk setelah masalah Oedipus Complex terselesaikan. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian.

Psikoseksual
Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun, meliputi beberapa tahap/ fase yaitu tahap oral, tahap anal, tahap phalik, tahap laten, dan tahap genital.
1. Fase Oral
Dimana pada fase ini dimulai dari saat dilahirkan sampai dengan 1-2 tahun. Pada fase ini bayi merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan terjadi kelekatan dan hubungan yang emosional antara anak dan ibu. Pada fase ini balita merasa puas bisa makan dan menyusui, sehingga kegagalan pada fase ini beberapa mengatakan bahwa pada saat anak yang mengalami gangguan pada fase ini akan sering mengalami stres dengan gejala gangguan pada lambung seperti maag atau gastritis.

2. Fase Anal
Fase ini berkembang pada saat balita menginjak umur 15 bulan sampai dengan umur 3 tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan aktivitas buang air besar dan buang air kecil. Fase ini dikenal pula sebagai periode \"toilet training\". Pada fase ini seringkali orang tua merasa direpotkan dengan perilaku balita yang suka buang air sembarangan tanpa memperhatikan waktu dan tempat, sehingga seringkali orang tua menjadi keras ke anaknya dan membuat anak tersebut menjadi gagal melewati fase ini. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan orang dengan kepribadian agresif dan kompulsif, beberapa mengatakan kelainan sado-masokis disebabkan oleh kegagalan pada fase ini.


3. Fase Phallic
Disebut juga sebagai fase erotik, fase ini berkembang pada anak umur 3 sampai 6 tahun. Yang paling menonjol adalah pada anak laki-laki dimana anak ini suka memegangi penisnya, dan ini seringkali membuat marah orangtuanya. Freud juga mengemukakan pada fase ini tentang masalah Oediphus dan Electra complex tentang kelekatan anak laki-laki kepada ibunya dan juga ada teori tentang \"penis envy\" dan ini terjadi pada anak perempuan dimana anak perempuan ini akan dekat kepada bapaknya. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan kepribadian yang imoral dan tidak tahu aturan.

4. Fase Laten
Fase ini adalah fase yang terpanjang, berlangsung pada saat umur 6 tahun sampai usia 12 tahun atau usia pubertas. Pada saat ini seorang anak dipengaruhi oleh aktivitas sekolah, teman-teman dan hobinya. Kegagalan pada fase ini akan menyebabkan kepribadian yang kurang bersosialisasi dengan lingkungannya.

5. Fase Genital
Fase ini berlangsung pada usia 12 tahun atau usia dimulainya pubertas sampai dengan umur 18 tahun, dimana anak mulai menyukai lawan jenis dan melakukan hubungan percintaan lewat berpacaran. Dan pada masa ini pula seorang anak akan mulai melepas diri dari orangtuanya dan belajar bertanggung jawab akan dirinya.
Teori Perkembangan Kepribadian menurut Allport
Menurut  Gordon  W. Allport,  struktur kepribadian  adalah yang dapat mendeskripsikan orang tersebut dalam konteks karekteristik individual, yang disebutnya sebagai disposisi personal.
Beberapa orang mempunyai karakteristik yang sangat kuat atau emosi kuat yang bersifat mengatur dan sangat menonjol, sehingga hal tersebut mendominasi hidup orang-orang tersebut. Allport menyebut disposisi personal ini sebagai disposisi pokok. Disposisi pokok ini merupakan sesuatu yang begitu umum sehingga dapat ditemukan pada setiap individu.
Hanya sedikit orang yang mempunyai disposisi pokok, namun semua orang mempunya beberapa disposisi sentral, yang mencakup 5-10 karakteristik paling menonjol dimana hidup seseorang terfokus disekitarnya. Allport mendeskripsikannya sebagai hal-hal yang akan dicantumkan dalam sebuah surat rekomendasi yang ditulis oleh seseorang yang sangat mengenal individu yang dikirimi surat tersebut.
Disposisi sekunder tidak sejelas disposisi sentral, namun lebih banyak dalam kuantitas. Semua orang mempunyai disposisi sekunder yang tidak krusial bagi kepribadian, namun sering muncul dan bertanggung jawab atas perilaku spesifik seseorang.
Ketiga tingkatan disposisi personal ini, tentu saja merupakan batasan-batasan subjektif dalam skala berkelanjutan dari yang paling pantas hingga yang paling tidak pantas.
Disposisi yang berada di pusat kepribadian dialami oleh manusia sebagai bagian yang penting bagi dirinya. Allport menggunakan istilah proprium untuk merujuk perilaku dan karakteristik yang dianggap manusia sebagai sesuatu yang penting, sentral, dan hangat dalam kehidupan mereka.
Dalam Perkembangan Proprium Allport membagi dalam beberapa tahap sebagai berikut:
1) 0-3 tahun :
Pembanguanan keadaran diri : sense of bodily self (enak tidak enak), perasaan identitas diri berkelanjutan kesadaran sebagai subjek yang berkembang. Dalam hal ini bahasa menjadi faktor yang penting. Harga diri atau kebanggaan sebagai periode terakhir dimana anak ingin melakukan sesuatu, membuatnya terwujud, dan mengontrol dunianya.
2) 4-6 tahun:       
Perluasan diri dan gambaran diri. Dalam perluasan diri, perasaan keterhubungan dengan orang-orang dan hal-hal yang penting dalam lingkungannya. Relasi anak dan lingkungan tempat dia tumbuh terhubung sangat penting. Muncul perasaan lingkuangan tersebut adalah bagian dirinya. Gambaran diri; terkait dengan penanaman-penanaman nilai, tangung jawab moral, intensi, tujuan dan pengetahuan diri yang akan berperan mencolok dalam kepribbadiannya kelak.
3) 6-12 tahun:
Kesadaran diri. Pengenalan kemampunan diri mengatasi persoalan-persoalan dengan alasan dan gagasan karena anak bergerak dari lingkungan keluarga ke masyarakat.
4) Remaja
Propriate striving, pembanguanan tujuan dan rencana ke depan: intensi-intensi, long-range purposes,distant goals.Persoalan utama berkaitan dengan identitas, ”apakah saya seorang anak atau dewasa?”
5) Kedewasaan
Menurut Allport, faktor utama tingkah lalu orang dewasa yang matang adalah sifat-sifat yang terorganisir dan selaras yang mendorong dan membimbing tingkahlaku menurut prinsip otonomi fungsional.