Teori Psikologi Humanistik Menurut Abraham Maslow
Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk
memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Orang-orang termotivasi oleh
empat dimensi kebutuhan: konatif (usaha yang diniati), estetika (kebutuhan akan
keteraturan dan keindahan), kognitif (kebutuhan akan rasa penasaran dan
pengetahuan), neurotik (sebuah pola hubungan dengan orang lain yang tidak
produktif). Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori
tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan
tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah
(bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisiologis/ dasar
2. Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4. Kebutuhan untuk dihargai
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kritik terhadap teori piramida kebutuhan
Tapi ada sebuah loncatan pada piramida kebutuhan
Maslow yang paling tinggi, yaitu kebutuhan mencapai aktualisasi diri. Kebutuhan
itu sama sekali berbeda dengan keempat kebutuhan lainnya, yang secara logika
mudah dimengerti. Seakan-akan ada missing link antara piramida ke-4 dengan
puncak piramida. Seolah-olah terjadi lompatan logika.
Teori Psikologi Behaviorisme Menurut Skinner
Teori Kondisioning Operan Menurut Skinner.
Kondisian operan adalah sebentuk pembelajaran
dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam
probabilitas prilaku itu akan diulangi. Inti dari teori behaviorisme Skinner
adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan). Ada 6 asumsi yang membentuk
landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122).
Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
a)
Belajar itu adalah tingkah laku.
b)
Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan
dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi
lingkungan.
c)
Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya
dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di
devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di
control secara seksama.
d)
Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya
sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam
belajar adalah adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment).
Penguatan dan hukuman. Penguatan (reinforcement)
adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan
terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang
menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Menurut Skinner penguatan berarti memperkuat,
penguatan dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a)
Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif
bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung
(rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah
(permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk
menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A,
Juara 1 dsb).
b)
Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan
prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan
stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif
antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau
menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa
dll).
Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif
dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang
ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi
atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman.
Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan
probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan
probabilitas terjadinya perilaku.
Contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman (J.W
Santrock, 274).
A.Penguatan positif
|
||
Perilaku
|
Konsekuensi
|
Prilaku kedepan
|
Murid mengajukan
pertanyaan yang bagus
|
Guru menguji murid
|
Murid mengajukan lebih
banyak pertanyaan
|
B.Penguatan negatif
|
||
Perilaku
|
Konsekuensi
|
Prilaku kedepan
|
Murid menyerahkan PR
tepat waktu
|
Guru berhenti menegur
murid
|
Murid makin sering
menyerahkan PR tepat waktu
|
C.Hukuman
|
||
Perilaku
|
Konsekuensi
|
Prilaku kedepan
|
Murid menyela guru
|
Guru mengajar murid
langsung
|
Murid berhenti menyela
guru
|
Ingat bahwa penguatan
bisa berbentuk postif dan negatif. Dalam kedua bentuk itu, konsekuensi
meningkatkan prilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang.
|
Skinner menghasilkan suatu sistem ringkas yang dapat diterapkan
pada dinamika perubahan tingkah laku baik di laboratorium maupun di dalam
kelas. Belajar, yang digambarkan oleh makin tingginya angka keseringan respons,
diberikan sebagai fungsi urutan ketiga unsure (SD)-(R)-(R Reinsf).
Skinner menyebutkan praktek khas menempatkan binatang percobaan dalam
“kontigensi terminal”. Maksudnya, binatang itu harus berusaha penuh resiko,
berhasil atau gagal, dalam mencari jalan lepas dari kurungan atau makanan.
Bukannya demikian itu prosedur yang mengena ialah membentuk tingkah-laku
binatang itu melalui urutan Sitimulus-respon-penguatan yang diatur secara
seksama.
Skinner menggambarkan praktek “tugas dan ujian” sebagai suatu
contoh menempatkan pelajar yang manusia itu dalam kontigensi terminal juga.
Skinner menyarankan penerapan cara pemberian penguatan komponen tingkah laku
seperti menunjukkan perhatian pada stimulus dan melakukan studi yang cocok
terhadap tingkah laku. Hukuman harus dihindari karena adanya hasil sampingan
yang bersifat emosional dan tidak menjamin timbulnya tingkah laku positif yang
diinginkan. Analisa yang dilakukan Skinner tersebut diatas meliputi peran
penguat berkondisi dan alami, penguat positif dan negative, dan penguat umum.
Disamping itu pula dari eksperimen yang
dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
- Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
- Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
3. Aplikasi Skinner terhadap pembelajaran.
Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah
sebagai berikut:
a.
Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara
organis.
b.
Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan dan jika benar diperkuat.
c.
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi
pelajaran digunakan sistem modul.
d.
Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
e.
Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
f.
Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
g.
Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari
pelanggaran agar tidak menghukum.
h.
Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
i.
Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
j.
Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin
meningkat mencapai tujuan.
k.
Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan pembentukan (shaping).
l.
Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
m.
Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
n.
Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari
bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak
berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang
berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.
4. Analisa Perilaku terapan dalam pendidikan
Analisis Perilaku terapan adalah penerapan prinsip
pengkondisian operan untuk mengubah perilaku manusia. Ada tiga penggunaan
analisis perilaku yang penting dalam bidang pendidikan yaitu
1. Meningkatkan perilaku yang diharapkan
Ada lima strategi pengkondisian operan dapat dipakai untuk
meningkatkan perilaku anak yang diharapkan yaitu:
a. Memilih Penguatan yang efektif
Tidak semua penguatan
akan sama efeknya bagi anak. Analisis perilaku terapan menganjurkan agar guru
mencari tahu penguat apa yang paling baik untuk anak, yakni
mengindividualisasikan penggunaan penguat tertentu. Untuk mencari penguatan
yang efektif bagi seorang anak, disarankan untuk meneliti apa yang memotivasi
anak dimasa lalu, apa yang dilakukan murid tapi tidak mudah diperolehnya, dan
persepsi anak terhadap manfaat dan nilai penguatan. Penguatan alamiah seperti
pujian lebih dianjurkan ketimbang penguat imbalan materi, seperti permen,
mainan dan uang.
b. Menjadikan penguat kontingen dan tepat waktu
Agar penguatan dapat
efektif, guru harus memberikan hanya setelah murid melakukan
perilaku tertentu. Analisis perilaku terapan seringkali menganjurkan agar guru
membuat pernyataan “jika…maka”. penguatan akan lebih efektif jika diberikan
tepat pada waktunya, sesegera mungkin setelah murid menjalankan tindakan yang
diharapkan. Ini akan membantu anak melihat hubungan kontingensi antar-imbalan
dan perilaku mereka. Jika anak menyelesaikan perilaku sasaran (seperti
mengerjakan sepuluh soal matematika) tapi guru tidak memberikan waktu bermain
pada anak, maka anak itu mungkin akan kesulitan membuat hubungan kontingensi.
c. Memilih jadwal penguatan terbaik
Menyusun jadwal penguatan
menentukan kapan suatu respons akan diperkuat. Empat jadwal penguatan utama
adalah
1)
Jadwal rasio tetap: suatu perilaku diperkuat setelah sejumlah
respon.
2) Jadwal rasio variabel : suatu perilaku diperkuat setelah terjadi
sejumlah respon,
akan tetapi tidak berdasarkan basis yang dapat diperidiksi.
3)
Jadwal interval - tetap : respons tepat pertama setelah beberapa
waktu akan
diperkuat.
4)
Jadwal interval - variabel : suatu respons diperkuat setelah
sejumlah variabel waktu
berlalu.
d. Menggunakan Perjanjian. Perjanjian (contracting)
adalah menempatkan kontigensi penguatan dalam tulisan. Jika muncul
problem dan anak tidak bertindak sesuai harapan, guru dapat merujuk anak pada
perjanjian yang mereka sepakati. Analisis perilaku terapan menyatakan bahwa
perjanjian kelas harus berisi masukan dari guru dan murid. Kontrak kelas
mengandung pernyataan “jika… maka” dan di tandatangani oleh guru dan murid, dan
kemudian diberi tanggal.
e. Menggunakan penguatan negatif secara efektif
Dalam penguatan negatif, frekuensi respons meningkat karena respon
tersebut menghilangkan stimulus yang dihindari.seorang guru mengatakan”Pepeng,
kamu harus menyelesaikan PR mu dulu diluar kelas sebelum kamu boleh masuk kelas
ikut pembelajaran” ini berarti seorang guru menggunakan penguatan negatif.
2. Menggunakan dorongan (prompt) dan
pembentukkan (shaping).
Prompt (dorongan) adalah stimulus tambahan atau isyarat tambahan yang diberikan
sebelum respons dan meningkatkan kemungkinan respon tersebut akan terjadi.Shapping (pembentukan)
adalah mengajari perilaku baru dengan memperkuat perilaku sasaran.
3. Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan.
Ketika guru ingin mengurangi perilaku yang tidak
diharapkan (seperti mengejek, mengganggu diskusi kelas, atau sok pintar) yang
harus dilakukan berdasarkan analisis perilaku terapan adalah
a. Menggunakan Penguatan Diferensial.
b. Menghentikan penguatan (pelenyapan)
c. Menghilangkan stimuli yang diinginkan.
d. Memberikan stimuli yang tidak disukai
(hukuman)
5. Kelebihan dan Kekurangan Teori Skinner
a. Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk
menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya
sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik
sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
b. Kekurangan
Beberapa kelemahan dari teori ini
berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G. 1994) adalah bahwa: (i)
teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap; analisa yang berhasil
bergantung pada keterampilan teknologis, (ii) keseringan respon sukar
diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang kejadian.
Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat
membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal
tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan
melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin
berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah
penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut
Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari
perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan
akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti:
kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.
Teori Psikologi Behaviorisme Menurut Carl Gustav Jung
Pandangan Jung tentang
kepribadian adalah prospektif dan retrospektif. Prospektif dalam arti bahwa ia
melihat kepribadian itu kedepan kearah garis perkembangan sang pribadi di masa
depan dan retrospektif dalam arti ia memperhatikan masa lampau sang pribadi.
Orang hidup dibimbing oleh tujuan maupun sebab. Jung menekankan pada peranan
tujuan dalam perkembangan manusia. Pandangan inilah yang membedakan Jung dengan
Freud. Bagi Freud dalam hidup ini hanya ada pengulangan yang tak ada
habis-habisnya atas tema-tema instink sampai ajal menjelang. Bagi Jung dalam
hidup ini ada perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif, pencarian
kearah yang lebih sempurna serta kerinduan untuk lahir kembali.
Teori Jung juga berbeda dari semua pendekatan lain tentang kepribadian karena penekanannya yang kuat pada dasar ras dan filogenetik kepribadian. Jung melihat kepribadian individu sebagai produk dan wajah sejarah leluhur. Jung menyelidiki sejarah manusia untuk mengungkap tentang asal ras dan evolusi kepribadian. Ia meneliti mitologi, agama, lambang, upacara kuno, adat istiadat, kepercayaan manusia primitif, mimpi, penglihatan, simtom orang neurotik, halusinasi dan delusi para penderita psikosis dalam mencari akar dan perkembangan kepribadian manusia.
Jung mendefinisikan kembali istilah-istilah psikologi yang dipakai pada saat itu, khususnya yang dipakai oleh Freud. Ego, menurut Jung, merupakan suatu kompleks yang terletak di tengah-tengah kesadaran, yakni keakuan. Istilah Freud lainnya yang didefinisikannya kembali adalah libido. Bagi Jung, libido bukan hanya menandakan energi seksual, tetapi semua proses kehidupan yang penuh energi: dari aktivitas seksual sampai penyembuhan (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 92).
Dapat disimpulkan bahwa teori psikoanalisa kontemporer menekankan pada kemampuan ego untuk memanage kemampuan manusia dalam belajar terhadap lingkungan. Teori ini menjelaskan bahwa kekuatan ego tidak hanya berasal dari inner ego. Tetapi juga ditentukan oleh situasi sosioklutural yang berada disekitar manusia. Kemampuan ego ini yang sering kita sebut sebagai ego kreativ dalam belajar. Dari tinjauan seperti ini kemudian bisa diambil sebuah benang merah jika kemampuan ego kreativ tidak hanya berdasarkan oleh naluri instingtif dari dalam diri manusia. Namun ego ini diperoleh dari hasil belajar dari situasi sosiokultural dari lingkungan.
Conciousness dan personal unconciousness sebagian dapat diperbandingkan dengan id dan ego, tetapi terdapat perbedaan yang sangat berarti antara superego-nya Freud dengan collective unconciousness, karena Jung percaya bahwa yang terakhir ini adalah wilayah kekuatan jiwa (psyche) yang paling luas dan dalam, yang mengatur akar dari empat fungsi psikologis, yaitu sensasi, intuisi, pikiran, dan perasaan. Selain itu, juga mengandung warisan memori-memori rasial, leluhur dan historis.
Archetype dan Autonomous Complex, Dalam psikologi Jung, ketidaksadaran kolektif dapat terdiri atas komponen komponen dasar kekuatan jiwa yang oleh Jung disebut sebagai archetype. Archetype merupakan konsep universal yang mengandung elemen mitos yang luas. Konsep archetype ini sangat penting dalam memahami simbol mimpi karena ia menjelaskan kenapa ada mimpi yang memiliki makna universal, sehingga bisa berlaku bagi semua orang. Dan ada pula mimpi yang sifatnya pribadi dan hanya berlaku untuk orang yang bermimpi saja. Jung memandang archetype ini sebagai suatu autonomous complex, yaitu suatu bagian dari kekuatan jiwa yang melepaskan diri dan bebas dari kepribadian. (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 92)
Persona adalah wajah yang ditampilkan oleh individu. Persona merupakan kepribadian yang sadar, yang dapat diidentikkan dengan ego-nya Freud. Dalam mimpi, ia muncul dalam bentuk sesosok figur yang melambangkan aku dalam suasana tertentu. Kadang-kadang, dapat berupa seorang tua yang keras, wanita bijak, orang gagah, badut, atau anak kecil. Inilah perilaku dari dari pikiran penghasil mimpi kita. Kadang kala, dalam mimpi, hal ini akan diimbangi dengan sebuah karakter yang memainkan peran yang berlawanan. Contohnya, seseorang yang dalam keadaan sadar sebagai sosok yang bermoral, ketika di dalam mimpi bisa jadi berupa seorang bajingan atau sebaliknya.
Bayang-bayang, Sisi kuat dari kepribadian seorang individu biasanya mendominasi seluruh persona. Aspek-aspek yang lebih lemah dominasinya hanya menjadi bayangbayang diri. Jung mengistilahkannya dengan autonomous complex atau archetype yang lain, yang muncul ke permukaan di dalam mimpi. Kadang-kadang, naluri dan desakan diwujudkan dalam bentuk bayang-bayang, bersama perasaan perasaan negatif dan destruktif. Ia dapat berupa satu sosok yang mengancam, yang menyamar sebagai seseorang yang tidak disukai oleh orang-orang yang bermimpi.
Anima dan Animus, Anima dan animus adalah istilah yang dibuat oleh Jung untuk menggambarkan karakteristik dari seks yang berlawanan, yang ada dalam setiap diri laki-laki dan perempuan. Anima adalah sifat kewanitaan yang tersembunyi di dalam diri laki-laki, sedangkan animus adalah sifat kelaki-lakian yang tersembunyi dalam diri perempuan (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 94-96). Anima adalah pusat kasih sayang, emosi, naluri, dan intuisi dari sisi kepribadian laki-laki. Sedangkan Animus adalah sisi praktis, independen, percaya diri, dan keberanian mengambil resiko dari kepribadian wanita.
Teori Jung juga berbeda dari semua pendekatan lain tentang kepribadian karena penekanannya yang kuat pada dasar ras dan filogenetik kepribadian. Jung melihat kepribadian individu sebagai produk dan wajah sejarah leluhur. Jung menyelidiki sejarah manusia untuk mengungkap tentang asal ras dan evolusi kepribadian. Ia meneliti mitologi, agama, lambang, upacara kuno, adat istiadat, kepercayaan manusia primitif, mimpi, penglihatan, simtom orang neurotik, halusinasi dan delusi para penderita psikosis dalam mencari akar dan perkembangan kepribadian manusia.
Jung mendefinisikan kembali istilah-istilah psikologi yang dipakai pada saat itu, khususnya yang dipakai oleh Freud. Ego, menurut Jung, merupakan suatu kompleks yang terletak di tengah-tengah kesadaran, yakni keakuan. Istilah Freud lainnya yang didefinisikannya kembali adalah libido. Bagi Jung, libido bukan hanya menandakan energi seksual, tetapi semua proses kehidupan yang penuh energi: dari aktivitas seksual sampai penyembuhan (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 92).
Dapat disimpulkan bahwa teori psikoanalisa kontemporer menekankan pada kemampuan ego untuk memanage kemampuan manusia dalam belajar terhadap lingkungan. Teori ini menjelaskan bahwa kekuatan ego tidak hanya berasal dari inner ego. Tetapi juga ditentukan oleh situasi sosioklutural yang berada disekitar manusia. Kemampuan ego ini yang sering kita sebut sebagai ego kreativ dalam belajar. Dari tinjauan seperti ini kemudian bisa diambil sebuah benang merah jika kemampuan ego kreativ tidak hanya berdasarkan oleh naluri instingtif dari dalam diri manusia. Namun ego ini diperoleh dari hasil belajar dari situasi sosiokultural dari lingkungan.
Conciousness dan personal unconciousness sebagian dapat diperbandingkan dengan id dan ego, tetapi terdapat perbedaan yang sangat berarti antara superego-nya Freud dengan collective unconciousness, karena Jung percaya bahwa yang terakhir ini adalah wilayah kekuatan jiwa (psyche) yang paling luas dan dalam, yang mengatur akar dari empat fungsi psikologis, yaitu sensasi, intuisi, pikiran, dan perasaan. Selain itu, juga mengandung warisan memori-memori rasial, leluhur dan historis.
Archetype dan Autonomous Complex, Dalam psikologi Jung, ketidaksadaran kolektif dapat terdiri atas komponen komponen dasar kekuatan jiwa yang oleh Jung disebut sebagai archetype. Archetype merupakan konsep universal yang mengandung elemen mitos yang luas. Konsep archetype ini sangat penting dalam memahami simbol mimpi karena ia menjelaskan kenapa ada mimpi yang memiliki makna universal, sehingga bisa berlaku bagi semua orang. Dan ada pula mimpi yang sifatnya pribadi dan hanya berlaku untuk orang yang bermimpi saja. Jung memandang archetype ini sebagai suatu autonomous complex, yaitu suatu bagian dari kekuatan jiwa yang melepaskan diri dan bebas dari kepribadian. (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 92)
Persona adalah wajah yang ditampilkan oleh individu. Persona merupakan kepribadian yang sadar, yang dapat diidentikkan dengan ego-nya Freud. Dalam mimpi, ia muncul dalam bentuk sesosok figur yang melambangkan aku dalam suasana tertentu. Kadang-kadang, dapat berupa seorang tua yang keras, wanita bijak, orang gagah, badut, atau anak kecil. Inilah perilaku dari dari pikiran penghasil mimpi kita. Kadang kala, dalam mimpi, hal ini akan diimbangi dengan sebuah karakter yang memainkan peran yang berlawanan. Contohnya, seseorang yang dalam keadaan sadar sebagai sosok yang bermoral, ketika di dalam mimpi bisa jadi berupa seorang bajingan atau sebaliknya.
Bayang-bayang, Sisi kuat dari kepribadian seorang individu biasanya mendominasi seluruh persona. Aspek-aspek yang lebih lemah dominasinya hanya menjadi bayangbayang diri. Jung mengistilahkannya dengan autonomous complex atau archetype yang lain, yang muncul ke permukaan di dalam mimpi. Kadang-kadang, naluri dan desakan diwujudkan dalam bentuk bayang-bayang, bersama perasaan perasaan negatif dan destruktif. Ia dapat berupa satu sosok yang mengancam, yang menyamar sebagai seseorang yang tidak disukai oleh orang-orang yang bermimpi.
Anima dan Animus, Anima dan animus adalah istilah yang dibuat oleh Jung untuk menggambarkan karakteristik dari seks yang berlawanan, yang ada dalam setiap diri laki-laki dan perempuan. Anima adalah sifat kewanitaan yang tersembunyi di dalam diri laki-laki, sedangkan animus adalah sifat kelaki-lakian yang tersembunyi dalam diri perempuan (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 94-96). Anima adalah pusat kasih sayang, emosi, naluri, dan intuisi dari sisi kepribadian laki-laki. Sedangkan Animus adalah sisi praktis, independen, percaya diri, dan keberanian mengambil resiko dari kepribadian wanita.
Adapun struktur kepribadian manusia menurut Jung terdiri dari dua dimensi:
- Dimensi kesadaran kepribadian
Dimensi kesadaran dari kepribadian ini adalah
ego. Ego adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi, ingatan, pikiran,
perasaan sadar manusia. Ego melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas
seseorang.
Dimensi kesadaran manusia mempunyai dua komponen pokok, yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing mempunyai peranan penting dalam orientasi manusia dalam dunianya. Fungsi jiwa ialah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori tidak berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat fungsi jiwa yang pokok yaitu pikiran, perasaan, pendriaan dan intusi.
Komponen kedua dari dimensi kesadaran manusia adalah sikap jiwa. Sikap jiwa ialah arah dari energi psikis atau libido yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Arah aktivitas energi psikis itu dapat ke luar atau pun ke dalam diri individu. Begitu juga arah orientasi manusia terhadap dunianya, dapat ke luar atau pun ke dalam dirinya.
Dimensi kesadaran manusia mempunyai dua komponen pokok, yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing mempunyai peranan penting dalam orientasi manusia dalam dunianya. Fungsi jiwa ialah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori tidak berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat fungsi jiwa yang pokok yaitu pikiran, perasaan, pendriaan dan intusi.
Komponen kedua dari dimensi kesadaran manusia adalah sikap jiwa. Sikap jiwa ialah arah dari energi psikis atau libido yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Arah aktivitas energi psikis itu dapat ke luar atau pun ke dalam diri individu. Begitu juga arah orientasi manusia terhadap dunianya, dapat ke luar atau pun ke dalam dirinya.
- Dimensi ketidaksadaran kepribadian
Dimensi ketidaksadaran kepribadian seseorang mempunyai dua
lingkaran yaitu ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif.
Ketidaksadaran pribadi terdiri dari pengalaman yang disadari tetap kemudian
ditekan, dilupakan, diabaikan serta pengalaman yang terlalu lemah untuk
menciptakan kesan sadar pada pribadi seseorang. Ketidaksadaran kolektif berisi
hal yang diperoleh seluruh jenis manusia selama pertumbuhan jiwanya melalui
generasi yang terdahulu.